Mentari pagi menyapa lewat celah jendela kamar, menandakan hari Senin telah tiba. Bagi sebagian mahasiswa, ini adalah awal dari hiruk pikuk kampus. Namun, bagi saya, Senin punya arti ganda. Setelah menyiapkan buku dan catatan kuliah, saya juga harus memastikan tas berisi boneka tangan, buku cerita bergambar, dan lagu-lagu ceria sudah siap. Saya adalah seorang mahasiswi dan juga seorang guru Taman Kanak-Kanak (TK).
Rutinitas saya memang tak biasa. Hari Senin dan Jumat-Sabtu adalah hari "full day" di TK. Dari pagi hingga sore, saya menari, bernyanyi, dan bermain sambil mengenalkan huruf dan angka kepada puluhan anak-anak polos. Tawa riang dan celotehan khas anak-anak TK menjadi melodi hari saya. Energi mereka yang tak terbatas terkadang menguras tenaga, namun senyum polos dan pelukan hangat dari murid-murid saya selalu berhasil mengisi kembali semangat saya.
Hari Selasa hingga Kamis sedikit lebih longgar. Setelah menyelesaikan kelas sore di kampus yang biasanya berakhir sekitar pukul setengah sembilan malam, saya masih harus menyiapkan materi ajar untuk keesokan harinya. Membuat rencana kegiatan, mencari ide kreatif untuk kerajinan tangan, atau sekadar membaca buku-buku anak menjadi teman setia di malam-malam saya. Tak jarang, ide-ide brilian untuk kegiatan di TK justru muncul saat saya sedang mempelajari materi kuliah. Ilmu psikologi perkembangan anak yang dipelajari di kampus, misalnya, sangat membantu saya dalam memahami karakter dan kebutuhan belajar setiap murid di kelas saya.
"Awalnya memang terasa berat," cerita saya suatu ketika. "Kadang merasa waktu 24 jam itu kurang. Harus pintar-pintar membagi waktu antara tugas kuliah, mempersiapkan materi ajar, dan istirahat. Belum lagi kalau ada tugas kelompok atau ujian."
Namun, di balik tantangan itu, ada kepuasan yang tak ternilai. Melihat anak-anak didik saya tumbuh dan berkembang, dari yang awalnya malu-malu menjadi berani bertanya, dari yang belum mengenal huruf kini mulai bisa membaca kata sederhana, adalah kebahagiaan tersendiri bagi saya. Saya merasa menjadi bagian penting dalam fondasi pendidikan mereka.
"Ada kalanya saya merasa lelah dan ingin fokus saja pada kuliah,". "Tapi kemudian saya ingat senyum ceria mereka saat menyambut saya di pagi hari, atau cerita polos mereka tentang apa yang mereka alami. Rasanya semua lelah itu langsung hilang."
Kisah saya adalah contoh nyata bahwa dengan kemauan danq kerja keras, impian untuk meraih gelar sarjana sambil berkontribusi pada pendidikan generasi muda bukanlah hal yang mustahil. Saya membuktikan bahwa di antara buku-buku kuliah dan dunia penuh warna anak-anak, ada semangat yang terus menyala. Semangat untuk belajar, menginspirasi, dan tumbuh bersama.
No comments:
Post a Comment