Pages

Thursday, 24 April 2025

Bikin Pengalaman, Nambah Uang Jajan, Tapi Tetep Fokus Kuliah? Bisa!

 

Jadi Guru Les Privat Anak di Sela-sela Waktu Kuliah

 


Berawal dari tetangga saya yang diminta untuk menjadi guru les privat membaca dan menulis oleh seorang wali murid di TK (Taman Kanak-kanak) yang beliau ajar, namun tetangga saya ini menolak dikarenakan jadwal beliau yang sudah cukup padat. Beliau kemudian menawari saya. Waktu itu beliau menghubungi saya melalui DM (Direct Message) Instragram, padalah kami berdua tinggal di lingkunngan yang sama, memiliki kontak Whatsapp masing-masing, dan rumah kami hanya berjarak satu rumah.

Awalnya, ketika beliau menawari saya, saya merasa ragu dan agak gugup. Saya ini orang yang tidak begitu yakin dengan kemampuan diri saya sendiri, maka ketika ada tawaran untuk mengajar orang lain, saya merasa gugup dan sedikit panik. Yang saya khawatirkan adalah ‘Apakah saya bisa mengajar anak itu?’, ‘Apakah anak itu akan mengerti dengan cara saya mengajar?’, ‘Apakah saya bisa berinteraksi dengan baik dengan anak itu?’, mengingat latar belakang saya yang belum pernah mengajar sama sekali, apalagi yang akan saya ajar ini adalah anak kecil yang sedang bersekolah TK.

Melalui percakapan DM, saya menanyakan banyak hal, mulai dari bagaimana nanti cara mengajarnya, apa saja yang akan diajarkan, dan alat apa saja yang saya butuhkan ketika nanti mengajar anak tersebut. Saya juga berterus terang bahwa saya merasa sangat gugup dan tidak yakin untuk menerima tawaran ini, namun, tetangga saya ini meyakinkan saya bahwa tidak semenakutkan itu mengajar anak kecil, yang paling diperlukan ialah kesabaran dan ketelatenan dalam mengajar. Apalagi, yang perlu diajarkan hanya membaca, menulis, dan berhitung.

Setelah beberapa menit pertimbangan, akhirnya saya menyetujui dan menerima tawaran tersebut. Tetangga saya kemudian memberikan kontak Whatsapp saya kepada Ibu dari anak yang akan saya ajari. Kami, saya dan sebutlah, Mama Arfa, mulai berdiskusi sedikit melalui percakapan Whatsapp. Diskusi seputar berapa kali pertemuan dalam seminggu, berapa jam mengajar, dan sampai berapa nominal untuk setiap pertemuannya. Kami sepakat untuk mengadakan 2x pertemuan tiap seminggu (menyesuaikan jadwal kuliah saya (Sabtu-Minggu waktu bonding si anak dengan Ayahnya)), 1 jam lama mengajar, dan untuk nominal, saya tidak mematok nominal yang pasti, saya menyerahkan itu kepada Mama Arfa untuk memberikan sesuai keinginan beliau.

Tiba hari pertemuan pertama, ketika saya datang ke alamat yang telah diberikan, saya disambut dengan baik oleh mereka (Keluarga anak yang akan saya ajari). Saya bertemu dengan anak yang akan saya ajari ini untuk pertama kali. Laki-laki, namanya Arfa, cukup sopan untuk kategori anak seusianya. Saya diarahkan ke ruangan tempat biasa Arfa belajar. Pada awal pertemuan, si anak tampak sedikit malu-malu, namun meskipun begitu, si anak dapat diajak berbicara dan mengobrol dengan baik. Pertemuan-pertemuan awal seperti pertemuan kedua dan ketiga mungkin terasa masih agak canggung, namun si anak bukanlah anak yang begitu hyperactive yang perlu energi lebih dalam menanganinya.

Saya mulai mengajari dari yang paling awal yakni mengenalkan huruf abjad untuk mengetahui apakah si anak telah mengenal dan hafal huruf-huruf tersebut. Saya mengajari bagaimana cara menuliskan huruf abjad satu persatu, berusaha agar si anak hafal dengan bentuk dari tiap-tiap huruf. Setiap memulai pelajaran, saya akan meminta si anak untuk menuliskan abjad dari A-Z, tentu dengan bimbingan saya. Beberapa kali mungkin si anak keliru dalam menebak huruf, ataupun salah menuliskan huruf ketika saya minta untuk menulis satu huruf, misalkan ‘S’. Namun, si anak cukup cepat tanggap dan mudah menerima apa yang saya ajarkan.

Setelah selesai dengan pengenalan abjad, kami, saya dan Arfa, lanjut ke membaca dua huruf (konsonan didampingi vokal). Si anak mampu membaca namun menggunakan cara ejaan. Ketika si anak lupa nama huruf yang saya tuliskan, maka saya akan membukakan catatan abjad si anak, meminta si anak untuk mencari huruf mana yang sama bentuknya dengan huruf yang saya tuliskan.

Setelah pertemuan kedua, kami makin akrab. Si anak ternyata merupakan anak yang mudah bergaul, dan saya memiliki pembawaan yang senang berbicara dengan anak kecil. Kami lanjut ke pelajaran tingkat selanjutnya, membaca dua suku kata, misalnya ‘Bu-ku’. Ternyata, membaca dua suku kata empat huruf lebih mudah daripada membaca tiga huruf dengan dua konsonan di awal dan akhir seperti ‘Ban’ dll.

Pelajaran terus berlanjut, meningkat ke level selanjutnya seiring dengan penguasaan pembelajaran sebelum-sebelumnya. Namun dengan lebih akrabnya kami, saya jadi lebih sering mendengarkan si anak bercerita tentang hal-hal kesukaannya. Biasanya si anak bercerita tentang temannya, mobil kesukaannya (Lamborgini), dan yang paling sering, si anak suka menceritakan Frost Diamond, tontonan youtube-nya.

Lucu mendengarkan anak kecil bercerita, saya jadi tahu bahwa si anak punya banyak kesukaan. Dan lagi, ternyata si anak suka menggambar dan mewarnai. Dari kesukaannya terhadap menggambar dan mewarnai, saya selalu menyelipkan sesi menggambar di akhir pembelajaran setiap harinya. Dan uniknya, si anak tidak pernah bosan. Saya juga membawakan buku gambar untuk menunjang kreatifitas si anak. Lucunya lagi, si anak suka menggunakan pensil mekanik milik saya. Dalam satu lembar buku gambar, dia akan menggaris tengah untuk memberikan 2 ruang gambar. Satu untuk dia, dan satunya lagi untuk saya.

Begitulah sedikit cerita dari saya, semoga dapat menginspirasi dan memberikan motivasi bahwa tidak perlu takut untuk memulai sesuatu, selama kita yakin dengan diri sendiri.



 

Rukma Amala S./TBI 6B/23030220077

No comments:

Post a Comment