Pages

Tuesday, 22 April 2025

Libur Kuliah Ngapain?

Libur kuliah menjadi salah satu agenda yang sangat dinanti-nanti oleh mahasiswa. Tapi liburnya dua bulan banget nih? 

Menurut pengalaman saya, libur kuliah terbagi menjadi tiga mode: 1) mode exited, karena telah mencapai akhir semester; 2) mode suntuk, dimana mulai bosan dengan kegiatan di rumah yang sangat repetitive; 3) Mode mulai masuk kuliah tapi enggan. Mungkin sebagian mahasiswa menganggap bahwa libur dua bulan merupakan waktu yang sangat singkat. Mungkin saya saja yang aneh karena dua bulan itu terasa sangat lama, faktor utamanya adalah kegiatan saya dirumah yang itu-itu saja.

Suatu hari, di cuaca yang mendung, saya memutuskan untuk bekerja di sebuah apotek yang berada di seberang rumah saya. Atau lebih tepatnya bantu-bantu, sih. "Kenapa di apotek?","Random banget?", tidaklah random bagi saya karena ternyata saya adalah lulusan dari SMK kesehatan yang mengambil jurusan "Farmasi Klinis dan Komunitas". Alasan lainnya adalah karena ibu saya menyuruh saya bekerja untuk menghabiskan waktu libur saya, atau mungkin beliau bosan melihat saya dirumah, hmm.  

Hari pertama 'bantu-bantu' di apotek cukup mengingatkan sama pada masa-masa PKL dua tahun yang lalu. Mulai dari berkomunikasi dengan pasien, malu-malu kucing, kemudian nervous-nya ada banget. Di hari ke-dua sudah mulai beradaptasi dengan keadaan apotek. Di hari ini saya diajak oleh parter kerja saya untuk deep-cleaning rutin apotek yang biasanya diadakan setiap satu bulan sekali, kebetulan sekali bukan? Dikarenakan posisi apotek yang dipinggir jalan, dalam waktu satu bulan saja debu-debu sudah menumpuk di setiap sudut etalase toko. Kegiatan ini berlangsung hingga shift saya habis karena kami juga harus melayani pasien yang datang. 

Hari-hari berikutnya pun berlanjut. Job-desk saya sebenarnya tidak begitu berat: membantu melayani pembeli, memeriksa barang pesanan yang dikirim kurir PBF, bebersih di awal shift, kemudian karena saat itu sedang musim hujan maka kami harus secara konstan 'menyapu air' di teras dengan sapu karet agar pelanggan tidak terpleset saat memasuki toko. Seperti apotek lainnya, jam-jam ramai biasanya datang saat matahari mulai tenggelam. Apotek yang saya tempati tidak banyak melayani resep dokter, biasanya hanya pasien yang datang dengan mengatakan keluhan kemudian baru diberi obat beserta PIO (Pelayanan Informasi Obat). Pasien yang datang kebanyakan pasien paruh baya yang mengeluhkan tentang pegal linu, sakit gigi, pusing, tidak lupa pula batuk pilek. Di akhir shift khususnya shift malam tidak lupa untuk merapikan kembali kotak obat agar yang bertugas berikutnya merasa nyaman untuk memulai shift. 

Disini saya juga membangun relasi dengan partner kerja saya, kemudian tetangga ruko sebelah, lalu berinteraksi dengan anak-anak dari penyewa ruko sebelah yang mana tetangga saya sendiri. Terkadang anak-anak bermain di sekitar apotek yang membuat kami merasa sedikit terhibur dengan tingkah lucu mereka. Partner kerja saya juga cukup asik untuk diajak ngobrol mengingat usia kami tidak terpaut begitu jauh. Kami cukup nyambung karena hobi kami cukup bersinggungan, kami juga sering mengobrol random bahkan di sela-sela kesibukan kami atau sekedar bertukar insight. 

Sesuai standar yang berlaku, apotek juga menyediakan buku-buku mulai dari yang wajib ada di apotek seperti Farmakope Indonesia yang membahas tentang monografi zat aktif obat. Kemudian juga menyediakan buku yang menyangkut tentang kefarmasian seperti ISO, dan buku Petunjuk Konsultasi yang membahas secara runtut mengenai bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien mengenai keluhan pasien untuk kemudian diberikan obat yang sesuai. Staff apotek juga harus tau batasan kapan memberikan obat atau pasien butuh penanganan lebih lanjut. Buku Petunjuk Konsultasi MIMS ini adalah buku yang saya sering baca di akhir-akhir saya bekerja. Satisfying aja bacanya, ga tau kenapa. 

Tibalah saya di hari terakhir 'bantu-bantu' di apotek. Shift saya berakhir pada pukul 17.00 disaat sebelumnya saya memulai shift saya di siang hari. Saya bekerja total selama 3 minggu, cukup membuat telur ayam yang telah dibuahi menetas. Saat itu saya berpamitan dengan pemilik apotek dan mba-mba partner saya selama di sana. Perpisahan yang cukup klise, saya mengucapkan banyak terimakasih kepada beliau-beliau karena sudah mau 'ngemong' saya selama tiga minggu terakhir, hehe. Sungguh sayang ini berakhir dengan singkat. Ini menjadi pengalaman pertama saya bekerja dan pengalaman saya pertama mendapat pendapatan saya sendiri, sangat mengesankan untuk saya. 

Dari pengalaman singkat tapi bermakna ini, saya belajar bahwa liburan enggak selalu harus diisi dengan jalan-jalan atau rebahan sepuasnya. Kadang, justru di momen “gabut” seperti ini, kita bisa menemukan pengalaman baru yang membuka wawasan, bikin kita lebih bersyukur, dan bahkan menemukan sisi lain dari diri sendiri. Walau hanya ‘bantu-bantu’ di apotek, saya merasa pulang membawa banyak hal—bukan cuma uang jajan, tapi juga cerita, pelajaran, dan rasa percaya diri yang lebih besar. Mungkin lain kali, kalau liburan datang lagi, saya akan memilih untuk "bantu-bantu" lagi, entah di apotek yang sama atau tempat lainnya. Karena ternyata, liburan produktif itu... seru juga, ya?

Bonus: 

Apotek pada malam hari

Pelangi di apotek

Buku favorit saya di apotek




Shafa Aulia/6C/23030220095

No comments:

Post a Comment